Hari Pendidikan Nasional?

Hari Minggu ini saya menikmati sepanjang hari saya dengan bersantai di kosan. Berhenti sejenak dari segala rutinitas yang membuat jenuh pikiran. Sore ini seperti biasa, ruang TV masih sepi. Anak-anak kosan tampaknya masih belum berminat meramaikan ruangan yang selalu dipenuhi berbagai karakteristik manusia yang menurut saya sangat menarik untuk bisa mengenal lebih banyak lagi 'jenis manusia'. Inilah waktu yang selalu menjadi waktu paling menyenangkan bagi saya. Menikmati gorengan dengan secangkir teh manis hangat sambil menonton acara TV tanpa harus mengikuti suara terbanyak (maklum TV kosan).

Saat menonton berita di salah satu channel, saya menghentikan sejenak aktifitas makan gorengan untuk menyimak informasi yang disampaikan. Ya, ternyata hari ini adalah hari Pendidikan Nasional. Ternyata duduk di bangku kuliah meluputkan saya dari segala perayaan hari-hari Nasional. Saya tidak pernah lagi mengikuti upacara bendera yang dulu menjadi rutinitas Senin yang membosankan.

Ya, berita itu membahas sosok Sartono. Ada yang tahu hubungan antara Sartono dan Hardiknas? Hmm. Awalnya juga saya ga tahu. Ternyata Bpk Sartono adalah orang yang menciptakan lagu Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Lagu yang kita kenal sebagai Hymne Guru. Lagu yang merupakan penghormatan besar bagi para Guru. Lagu yang selalau berkumandang pada saat Hardiknas. Lagu yang dinyanyikan dan di kenal di seluruh pelosok Indonesia. Ternyata ketenaran lagu ini tidak lantas berimbas pada kehidupan sang penciptanya, Bpk Sartono. Kehidupannya begitu memilukan. Beliau yang sudah berusia 74 tahun ini hanya hidup berdua dengan istrinya dalam sebuah rumah kecil di Madiun. Beliau yang tidak dikaruniai anak ini membaktikan dirinya sebagai seorang Guru musik honorer di salah satu SMP di Madiun. Namun, ternyata sampai beliau pensiun sekitar 8 tahun lalu statusnya masih pegawai honorer.jelas saja tidak ada gaji pensiun yang diterimanya. Keluarga kecil ini hanya mengandalkan gaji sang istri, Ibu Damiyati, PNS di salah satu SD negri biasa. Kehidupan yang sungguh jauh dari kemewahan seperti Anang Hermansyah yang juga pencipta lagu.

Inilah yang membuat saya miris. Tidak ada penghargaan yang berarti diberikan oleh Negara kepadanya. Apalagi mendapatkan royalty dari hasil karyanya. Ya, hanya berlembar-lembar sertifikat yang ternyata sudah cukup membanggakan baginya. Saya bingung sekali dengan bangsa kita ini. Kenapa ya, Negara kita susah sekali menghargai hasil karya seseorang? 

Berbicara perihal pendidikan. Lagi-lagi saya miris. Dua hari yang lalu, lagi-lagi di ruang TV yang sama saya ngobrol-ngobrol dengan salah satu anak kosan yang berprofesi sebagai Guru di Playgroup. Dia baru pulang dari nge-les anak didiknya. What? anak playgroup udah les? saya kaget luar biasa ketika tahu si anak les membaca dan matematika. Setahu saya playgroup masih di bawah TK. Harusnya si anak diajari bagaimana bersosialisasi dengan teman, bernyanyi dan dirangsang kreatifitasnya dengan bermain. dari definisinya saja udah jelas toh Playgroup = Kelompok bermain. Saya makin kaget lagi ketika tahu les matematikanya bukan sekedar penambahan dan pengurangan, tapi pembagian udah diajarin. Ya walaupun pembagian yg masih sedrhana. tapi tetep aja. Kata si mbak kosan saya gini, " Ya gimana lagi,tuntutan biar bisa masuk SD entar, soalnya masuk SD jaman sekarang di testnya makin susah". 

Hah. Kasihan saya melihat anak-anak kecil sekarang. Kurang waktu untuk bermain. Lagi-lagi saya mulai mempertanyakan pendidikan seperti apa yang sebenarnya ingin dikejar oleh bangsa ini?

Yah itulah bangsa saya. Walaupun demikian saya tetap bahagia bisa dilahirkan di sini. Karena dengan begitu saya menjadi terpacu untuk berpikir kreatif bagaimana memajukan bangsa ini. Hahaha mulia sekali ga sih cita-cita saya.. :D 

Selamat Hari Pendidikan Nasional! dan Selamat berulang tahun kawan saya Dachi.